emilie
4 min readNov 10, 2018

--

Kenapa gak daftar?

“Kok gak daftar cpns, mil?”

“Aku penasaran, kenapa kamu gak daftar mil”

“Kenapa? Coba aja sih.”

Entah sudah berapa kali aku dihadapkan dengan pertanyaan mengenai test cpns. Ok, here is my point of view related to this. Well, sejujurnya aku tidak mengharapkan orang lain memahamiku. Tapi lewat tulisan ini, aku cuma ingin berbagi, siapa tau ada insight yang bisa didapat dari ini.

Pertama, seseorang menjalani hidup naturally akan melihat orang orang terdekatnya. Dalam hal ini — tentang karir, aku selalu melihat keluargaku. Kakekku satu satunya orang terdekatku yang menjadi seorang pegawai negeri. Tetapi nenekku seorang pedagang. Dan rasanya, aku lebih ‘akrab’ dengan vibes hidup sebagai cucu pedagang daripada cucu seorang pegawai. Lalu kakekku satunya lagi seorang pegawai di perusahaan swasta, yang dia bisa bercerita bagaimana dulu dia sering mengerjakan project di luar negeri, lalu pulang membawa banyak coklat, buah buahan, dan makanan kaleng haha. Sementara nenekku seorang penjahit yang — lagi lagi, berdagang. Dari kehidupan 4 figur ini, yang paling berkesan adalah ‘karir’ 2 nenekku dan satu kakekku yang sering bolak balik keluar negeri. Dua nenekku sama sama hobi mendongeng, yangmana akan pause sejenak ketika ada tamu a.k.a pembeli datang. Sementara dari kakekku yang seorang PNS, aku sama sekali tidak pernah mendengar cerita kehidupannya, apa yang dikerjakannya di kantor — selain sore sore aku diajak ke kantornya, di pelabuhan, melihat kapal, menurunkan bendera. Lalu Abah Ibuku, pun seorang pedagang. And to be honest, how they build their business somehow inspired me.

Kedua, tentang alasan. Aku belum bisa menemukan alasan yang tepat untuk pertanyaan: kenapa aku harus ikut test cpns? Kenapa aku harus jadi cpns? I just don’t know what is the best reason to persue being a civil servant. Jadi, jika orang lain tidak mengerti kenapa aku tidak mencobanya, akupun di posisi yang sama: tidak mengerti kenapa orang orang mengejarnya. Karena menurutku, work should be integrated with life. Kalau memang dengan menjadi pegawai negeri bisa memberikanmu itu, then that’s good! That’s something you deserve, and this country also deserve someone like you. Karena tidak pas dan tidak pantas rasanya, jika menjadi pegawai negeri dengan alasan: ada tunjangan di hari tua. Terdengar naif, memang. Tapi setidaknya sampai detik ini, aku merasa ada Allah yang akan menjamin kehidupan semua makhlukNya. Mau dia pegawai negeri ataupun bukan. Dan balik lagi, ngomong ngomong hari tua, kakek nenekku adalah orang yang bisa untukku berkaca. Hanya 1/4 yang seorang pegawai negeri, tapi 4/4 semuanya makmur sentosa. Nenekku sudah ditinggal kakekku, tapi dia bahkan sanggup membiayai cucunya kuliah. What a wonder woman she is. Kalau ada yang bilang, jadi pedagang kan gak nentu penghasilannya. Ada ups and downsnya. Well, aku tahu betul tentang itu. Karena masalah keuangan keluarga rasanya sangat transparan. Tapi nyatanya, kami baik baik saja. Abahku sama sekali bukan orang yang hemat, dan tidak perhitungan. Ibuku jago mengatur keuangan tapi tidak perhitungan. Can you imagine that? wkwk. Ku pikir inilah yang namanya hidup berkah. Kuncinya adalah: berbakti kepada kedua orang tua. Kalo kunci lain yang kudapat dari orang lain adalah: bangun di sepertiga malam terkahir dan meminta pada Dia Yang Maha Kaya.

Ketiga adalah, aku perempuan. Banyak meng-observe orang orang buat aku berpikir: what’s the best career for me who’s someday being a mother? Sampai akhirnya, dulu.. aku bercita cita menjadi seorang arsitek dengan banyangan mempunyai studio sendiri di rumah, bekerja di rumah. Karena rasanya, aku tidak bisa membayangan jika ibuku seorang pegawai dan aku tidak menjumpainya di rumah ketika pulang sekolah. It’s a big deal lah buat aku. Lalu akupun menilai, mana anak yang lebih pintar, yang ibunya dirumah atau yang ibunya bekerja diluar. Sample nya diambil dari sodara-sodara aku aja. Haha. Dan melihat ini, sejujurnya aku menemukan hal lain. Idealisme ku tentang: being a housewife or work from home is the best decision for the sake of your children. Nyatanya apa, coba? ENGGAK juga. haha. Ada, yang ibunya di rumah tapi anaknya kok tetep aja gak keurus. Ibunya di rumah tetep aja pergaulan anaknya bebas. Ibunya di rumah, ngaji TBQ kok gak selesai. Ibunya dirumah, kok anaknya bisa telat membaca. Di sisi lain, ada yang ibunya seorang wanita karir, anaknya masih kecil kecil, tapi semuanya pintar pintar, tumbuh baik, dan terurus. Jadi bisa jadi, kehadiran 'fisik' memang penting, tapi ada yang jauh lebih penting: perhatian. The invisible one, but the most important one. Jadii, apakah karena 'aku perempuan' bisa dijadikan alasan ketiga? Sebenernya enggak juga sih. Cuman akunya aja yang kayaknya gak mau menjadi seorang ibu pegawai negeri hehe. Jadi, sekarang ini.. aku memang bukan lulusan arsitektur seperti bayanganku beberapa tahun lalu. Aku seorang lulusan IT, yang setidaknya diumur 22 tahun ini, lagi mempersiapkan diri, menjadi orang yang pantas untukku nanti bekerja flexible aja. Someday aku pengen bukan aku yang membutuhkan orang orang, tapi orang orang yang membutuhkan aku. Someday, aku pengen ada di titik yang memiliki privilege untuk bisa memilih, mau kerja di kantor atau dari rumah aja. Is it something that I can achieve by being a civil servant? I don’t think so.

Jadi, kalo ada pertanyaan semacam: ibu rumah tangga atau wanita karir? Well, menurut aku hidup gak se-hitam-putih itu. Ibuku dan dua nenekku adalah seorang ibu rumah tangga. Tapi percayalah, mereka wanita yang sibuk banget tiap hari -.- Bahkan semenjak aku kuliah dan jauh dari Ibuku, aku jadi punya jadwal sendiri di jam berapa musti telfon rumah kalo gak mau dicuekin -.-

Oke, jadi setidaknya ada 3 alasan yang suka muter di kepala, bingung mana dulu yang mau dijelasin kalau ada orang tanya: Kenapa gak coba daftar cpns? Jauh sebelum aku masuk dihari pertama jadi mahasiswa, aku tidak pernah berpikir untuk setelah ini lulus mau daftar cpns dan bergabung dengan orang orang berseragam hijau lumut. Alasannya? ya yang di atas itu.

Sekian.

--

--

emilie

A learner | tulisan pikiran lewat, pendek-pendek, sekenanya | tinggalkan jejak setelah membaca ya, hehe. 1 clap doesn't hurt, right?